“BAPAK KUCING” YANG BEGITU PENYAYANG
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang memiliki daya ingatan yang sangat kuat, berkeyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
 merupakan tanggungjawabnya terhadap agama dalam hidupnya. Jika hal itu 
tidak dilakukannya, berarti ia menyembunyikan kebaikan dan kebenaran, 
serta termasuk orang yang lalai yang pasti akan menerima adzab karena 
kelalaiannya.
Oleh 
sebab itulah, ia terus saja memberitakan hadits, tak ada suatu pun yang 
bisa menghalanginya dan tak seorangpun boleh melarangnya.
Hingga pada suatu hari Amirul Mukminin, Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu
 berkata kepadanya, “Hendaklah kamu hentikan menyampaikan berita dari 
Rasulullah! Jika tidak, maka akan kukembalikan kau ke Tanah Daus (tanah 
kaum dan keluarganya)!”
Larangan
 itu mempunyai maksud sebagai pengukuhan dari suatu pandangan yang 
dipandang baik oleh Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka 
waktu tertentu tidak menghafal yang lain, kecuali Al-Qur’an sampai 
melekat dan mantap dalam hati sanubari dan pikiran mereka.
Oleh 
sebab itu Umar berpesan, “Sibukkanlah dirimu dengan Al-Qur’an karena itu
 adalah kalam Allah, dan kurangilah meriwayatkan hadits Rasulullah, 
kecuali yang berkenaan dengan amal perbuatannya!”
Abu 
Hurairah sangat menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga percaya pada 
dirinya dan tetap teguh mengemban amanat, hingga ia tidak hendak 
menyembunyikan suatu pun dari hadits yang diyakininya bahwa 
menyembunyikannya adalah dosa dan kejahatan.
Satu hal
 yang selalu merisaukan hati dan dapat menimbulkan kesulitan bagi Abu 
Hurairah, yaitu adanya penghafal hadits lain yang menyebarkan 
hadits-hadits Rasulullah dengan menambah dan melebihkan, sehingga 
sebagian sahabat merasa tidak puas terhadap sebagian besar 
hadits-haditsnya. Orang itu bernama Ka’ab Al-Ahbaar, seorang Yahudi yang
 masuk Islam.
Tes hafal selang setahun
Suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji kemampuan menghafal Abu Hurairah.
Dipanggillah
 Abu Hurairah untuk menemuinya dan dibawa duduk bersamanya, lalu 
dimintanya Abu Hurairah untuk meriwayatkan hadits-hadits dari Rasulullah
 Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sementara itu disuruhnya seseorang untuk menuliskan apa yang diceritakan oleh Abu Hurairah dari balik dinding.
Sesudah 
berlalu satu tahun lamanya, dipanggillah Abu Hurairah kembali dan 
dimintanya membacakan kembali hadits-hadits yang dulu yang telah di 
tulis oleh sekretarisnya. Ternyata tak ada yang terlupa sedikitpun walau
 hanya satu kalimat atau sepatah kata pun.
Ia 
pernah berkata tentang dirinya, “Tidak ada seorang pun dari 
sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak menghafal hadits dari padaku, 
kecuali Abdullah bin Amr bin Ash, karena ia pandai menuliskannya sedang 
aku tidak.”
Imam 
Syafi’i pernah mengemukakan pendapatnya tentang Abu Hurairah, “Ia 
seorang yang paling banyak hafal diantara seluruh perawi hadits pada 
masanya.”
Sementara
 Imam Bukhari menyatakan, “Ada sekitar delapan ratus orang atau lebih 
dari sahabat Tabi’in dan ahli ilmu yang meriwayatkan hadits dari Abu 
Hurairah.”
Abu 
Hurairah adalah seorang yang ahli ibadah, ia selalu melakukan ibadah 
bersama istri dan anak-anaknya semalaman secara bergiliran. Mula-mula ia
 bangun sambil shalat sepertiga malam kemudian dilanjutkan oleh istrinya
 sepertiga malam dan sepertiganya lagi dimanfaatkan oleh putrinya. 
Dengan demikian, tak ada waktu sedikit pun berlalu setiap malam di rumah
 Abu Hurairah, kecuali ibadah berlangsung di sana, dzikir dan shalat.
Doa untuk ibu
Sejak ia
 menganut agama Islam tidak ada yang memberatkan dan mengganjal 
perasaannya dari berbagai persoalan hidup yang dialaminya, kecuali satu 
masalah yang hampir menyebabkannya tak dapat memejamkan mata, yaitu 
masalah ibunya, yang waktu itu menolak untuk masuk Islam. Tidak hanya 
itu, bahkan ibunya menyakiti perasaannya dengan menjelek-jelekan 
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di depannya.
Ia bercerita tentang ibunya:
Sambil 
menangis aku datang menemui Rasulullah sambil mengadu kepada beliau, “Ya
 Rasulullah, aku telah meminta ibuku untuk masuk Islam, tetapi ajakanku 
ditolaknya dan hari ini aku baru saja memintanya masuk Islam. Sebagai 
jawabannya, ia malah mengeluarkan kata-kata yang tak kusukai terhadap 
diri engkau. Karenanya mohon Anda doakan kepada Allah, kiranya ibuku itu
 mendapatkan petunjuk untuk masuk Islam.”
Rasulullah pun berdoa, “Ya Allah, tunjukilah Ibu Abu Hurairah!”
Setelah 
itu aku pun berlari menemui ibuku untuk menyampaikan kabar gembira 
tentang doa Rasulullah itu, saat aku sampai di depan pintu, kudapati 
pintu itu terkunci, dari luar terdengar suara gemericik air.
Suara ibu memanggilku, “Hai Abu Hurairah! Tunggulah di tempatmu itu!”
Saat ibuku keluar, ia memakai baju kurungnya dan membalutkan selendangnya sambil mengucapkan dua kalimat syahadat.
Aku pun segera berlari menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sambil menangis karena gembira, sebagaimana aku dulu menangis karena berduka.
Aku 
berkata kepada beliau, “Aku sampaikan kabar gembira ya Rasulullah, bahwa
 Allah telah mengabulkan doa Anda, Allah telah menujukkan jalan kepada 
ibuku dalam Islam. Ya Rasulullah, mohon doakan kepada Allah, agar aku 
dan ibuku dikasihi orang-orang mukmin!”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
 berdoa, “Ya Allah, mohon Engkau jadikan hamba-Mu ini beserta ibunya 
dikasihi oleh sekalian orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.”
Kekayaan Abu Hurairah
Di zaman Umar bin Khattab menjadi Khalifah, ia diangkat sebagai Amir di Bahrain.
Umar 
adalah orang yang sangat keras dan teliti terhadap pejabat-pejabat yang 
diangkatnya. Jika ia mengangkat seseorang, sedang ia mempunyai dua 
pasang pakaian maka sewaktu meninggalkan jabatannya nanti haruslah tetap
 mempunyai dua pasang pakaian juga, malah lebih baik kalau ia hanya 
memiliki satu pakaian saja. Apabila waktu meninggalkan jabatan itu 
terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia tidak akan luput dari interogasi 
Umar, sekali pun kekayaan itu berasal dari jalan yang halal yang 
dibolehkan oleh agama.
Rupanya 
sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah di Bahrain, 
ia telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal. Hal ini 
diketahui oleh Umar. Karena itulah ia dipanggil untuk datang dan 
menghadap di Madinah.
Umar berkata kepada Abu Hurairah, “Hai musuh Allah dan musuh Kitab-Nya, apa engkau telah mencuri harta Allah?”
“Aku 
bukan musuh Allah dan bukan pula musuh Kitab-Nya, aku hanya menjadi 
musuh orang-orang yang memusuhi keduanya dan aku bukanlah orang yang 
mencuri harta Allah!” jawab Abu Hurairah.
“Dari mana kau peroleh sepuluh ribu itu?” tanya  Khalifah.
“Kuda kepunyaanku beranak pinak dan pemberian orang berdatangan,” jawab Abu Hurairah.
“Kembalikan harta itu ke baitul mal,” kata Umar.
Abu 
Hurairah menyerahkan hartanya itu kepada Umar, kemudian ia mengangkat 
tangannya ke arah langit sambil berdoa, “Ya Allah, ampunilah Amirul 
Mukminin.”
Tak 
beberapa lama, Umar memanggil Abu Hurairah kembali dan menawarkan 
jabatan kepadanya di wilayah baru, tapi ditolaknya dan meminta maaf 
karena tidak dapat menerimanya.
“Kenapa, apa sebabnya?” tanya Umar.
“Agar 
kehormatanku tidak sampai tercela, hartaku tidak dirampas, punggungku 
tidak dipukuli. Dan aku takut menghukum tanpa ilmu dan bicara tanpa 
belas kasih!” jawab Abu Hurairah.
Abu Hurairah meninggal dunia dalam usia 78 tahun pada tahun ke 59 hijriyah. Ia dikebumikan di pekuburan Baqi’.
Salah seorang di antara mereka yang baru masuk Islam bertanya kepada temannya, “Kenapa Syeikh kita yang telah berpulang ke rahmatullah itu diberi gelar “Abu Hurairah” (bapak kucing)?”
 “Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu Syamsi, dan tatkala memeluk Islam ia diberi nama oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
 dengan nama Abdurrahman. Ia sangat penyayang kepada binatang, dan ia 
mempunyai seekor kucing yang selalu diberinya makan, digendongnya, 
dibersihkannya dan diberinya tempat berteduh. Kucing itu selalu 
menyertainya kemana pun ia pergi seolah-olah bayang-bayangnya. Itulah 
sebabnya ia diberi gelar “Bapak Kucing”,” jawab temannya.
Semoga Allah ridlo kepadanya dan menjadikannya ridlo kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.
 
 
Posting Komentar