ALI BIN ABU THALIB, PEMUDA PENUH PRESTASI
Oleh: Risma Tri Utami, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) STAI Al-Fatah, Cileungsi, Bogor
Sejarah Islam di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
 memang selalu menarik dan penting untuk dipelajari. Pasalnya, kondisi 
umat Islam dewasa ini tidak jauh berbeda seperti saat Islam baru dikenal
 di kalangan bangsa Arab waktu itu. Manis pahitnya perjalanan Islam 
ketika permulaan munculnya, tidak terlepas dari kegigihan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta para sahabatnya untuk terus berjuang menegakkan kalimatullah.
Ribuan sahabat memiliki keutamaan 
masing-masing. Di setiap kesempatan, para sahabat selalu berlomba-lomba 
untuk menjadi yang terbaik, meraih prestasi di berbagai kesempatan untuk
 mencapai ridha Allah Ta’ala. Berbagai kisah ditulis oleh sejarawan 
melalui tinta emasnya untuk dikenang sepanjang sejarah kehidupan 
manusia, khususnya umat Islam. Ali bin Abu Thalib adalah satu diantara 
ribuan pejuang Islam yang berhasil mengepakkan sayap Islam hingga ke 
negeri nan jauh di Persia, hingga Afrika. Juga salah satu sahabat yang 
memiliki segudang prestasi.
Salah satu persitiwa yang akan selalu 
diingat oleh kaum muslimin adalah peristiwa perang Khaibar, dimana 
ketika itu, umat Islam membutuhkan cukup waktu yang lama untuk 
meruntuhkannya. Kemudian Rasulullah berdoa kepada Allah Ta’ala yang pada
 akhirnya melalui kecerdikan dan keberanian Ali bin Abu Thalib, kaum 
muslimin berhasil menghancurkan benteng Khaibar. Begitulah sejarah 
singkat pahlawan Islam itu saat perang Khaibar. Ali bin Abu Thalib 
adalah pahlawan Islam yang pernah dimiliki masa-masa awal kebangkitan 
Islam. Selain seorang yang cerdas, Ali adalah orang yang sangat takut 
kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Awal Masuk Islam
Ketika Rasulullah pertama kali menerima 
wahyu, Ibnu Ishaq menjelaskan bahwa Ali adalah lelaki pertama yang 
mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah
 istri Rasulullah sendiri. Padahal saat itu, Ali masih berusia sekitar 
10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali
 banyak belajar langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, 
Ali yang juga anak dari paman Rasulullah memiliki kesempatan untuk 
selalu dekat dengan Nabi. Hal ini terus berkelanjutan hingga beliau 
menjadi menantu Rasulullah.
Didikan langsung Rasulullah kepada Ali 
dalam semua aspek ilmu Islam, baik aspek dhahir atau syariah dan bathin 
atau tasawuf, mampu menjadikan Ali kecil tumbuh menjadi seorang pemuda 
yang sangat cerdas, berani dan bijaksana.
Salah satu keberanian Ali tertuang dalam 
tinta emas. Ali bersedia tidur di kamar Rasulullah untuk mengelabui 
orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Rasulullah. Tentu hal 
itu dilakukan bukan tanpa resiko. Ali tahu bahwa keputusannya tidur di 
kamar Rasulullah bisa mengancam keselamatannya. Hal itu dilakukan supaya
 menampakkan kesan bahwa Rasulullah yang tidur, sehingga ketika masuk 
waktu menjelang pagi dan orang Quraisy mengetahui Ali yang tidur, mereka
 sudah tertinggal satu malam perjalanan dari Rasulullah yang telah pergi
 berhijrah ke Madinah bersama Abu Bakar.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Rasulullah menikahkan Ali dengan putri kesayangannya, Fathimah Az-Zahra.
Pertempuran bersama Rasulullah
Hampir semua peperangan beliau ikuti 
kecuali perang Tabuk karena mewakili Rasulullah untuk menjaga 
kotaMadinah. Di antara perang yang beliau ikuti bersama Rasulullah 
antara lain sebagai berikut.
Perang Badar
Perang ini terjadi pada tahun ke 2 pasca 
hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah. Ketika itu, jumlah umat Islam 
sekitar 313 orang berhadapan dengan pasukan Quraisy yang berjumlah 1000 
orang. Pada kesempatan inilah, Ali muda betul-betul menjadi pahlawan 
disamping Hamzah bin Abdul Muththallib, paman Rasulullah.
Pada perang kali ini, Ali bin Abu Thalib 
berhasil membunuh banyak pasukan Quraisy Mekkah. Para sejarawan sepakat,
 beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih relatif sangat 
muda, sekitar 25 tahun.
Perang Khandaq
Perang ini terjadi pada tahun ke 5 H, 
dimana ketika itu, koalisi kafir Quraisy bersama Yahudi Madinah 
berkumpul untuk mengepung Madinah dari berbagai sudut kota. Lagi-lagi, 
pada Perang Khandaq ini juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abu 
Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud.
Perang Khaibar
Perang Khaibar terjadi pada tahun ke 8 H.
 Perang ini di adanya pengkhianatan orang-orang Yahudi pasca Perjanjian 
Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan
 Yahudi. Pada perang ini, orang-orang Yahudi bertahan di benteng Khaibar
 yang sangat kokoh. Atas dasar inilah kemudian dikenal dengan perang 
Khaibar.
Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Rasulullah bersabda, “Besok,
 akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan 
diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan 
kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai 
Allah dan Rasul-Nya”.
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan 
untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, ternyata Ali bin Abu Thalib
 yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar.
Pasca Rasulullah Wafat
Rasulullah wafat sekitar 40 hari setelah 
haji Wada’ tahun 11 H. Pada saat itu, kaum muslimin tidak percaya akan 
wafatnya Rasulullah. Tetapi Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil meyakinkan 
beberapa sahabat diantaranya Umar bin Al-Khattab. Namun ada satu kisah 
yang selalu menjadi polemic. Hampir semua pihak sepakat tentang riwayat 
Ali bin Abi Thalib yang ridha terhadap kekhilafahan Abu Bakar 
Ash-Shiddiq.
Perbedaan pendapat mulai tampak ketika 
Syi’ah berpendapat akan adanya wasiat bahwa Ali harus menjadi Khalifah 
bila Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat. Tetapi Sunni tidak 
sependapat, sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada dalam 
suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah 
yang pertama tentu tidak disetujui oleh orang-orang yang mengaku cinta 
kepada keluarga Rasulullah, Ahlul Bait dan pengikutnya. Beberapa riwayat
 berbeda pendapat waktu pembai’atan Ali bin Abu Thalib terhadap Abu 
Bakar sebagai khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan 
setelah Rasulullah dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, 
riwayat yang terbanyak adalah Ali membai’at Abu Bakar setelah Fatimah 
meninggal, yaitu enam bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi 
mencegah perpecahan ummat.
Ada yang menyatakan bahwa Ali belum 
pantas untuk menyandang jabatan khalifah karena umurnya yang terbilang 
masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan kenabian 
sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim. Namun, nyatanya riwayat 
yang shahih mengatakan bahwa Ali bin Abu Thalib rela akan kekhilafahan 
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Diangkat sebagai Khalifah
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga di masa Khulafa Ar-Rasyidin Al-Mahdiyyin,
 mengakibatkan kegentingan di seluruh wilayah Islam yang waktu itu sudah
 membentang hingga ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu 
itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abu 
Thalib diangkat sebagai khalifah. Waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi
 Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah radhiyallahu anhum ajma’in 
memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai’at mereka. Menjadikan
 Ali satu-satunya Khalifah yang dibai’at secara massal, karena khalifah 
sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah 
selama 5 tahun lebih sedikit, masa pemerintahannya dipenuhi kekacauan 
akibat pemberontakan yang terjadi di masa khalifah sebelumnya, Utsman 
bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim 
terjadi saat masa pemerintahannya, Perang Jamal antara 20.000 pasukan 
pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah 
bin Ubaidillah, dan Ummul mu’minin Aisyah binti Abu Bakar, Istri 
Rasulullah.
Perang tersebut dimenangkan oleh pihak 
Ali dan pasukannya. Namun dengan kebijaksanaan dan ketenangannya, Ali 
mengatakan tidak ada yang merasa menang pada perang kali ini, justru 
beliau berpandangan bahwa perang tersebut sebuah kerugian yang amat 
besar bagi kaum muslimin.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin 
Affan, menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan. 
Hal itu karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan
 akan terjadi oleh Rasulullah ketika beliau masih hidup, yang kemudian 
diperparah dengan adanya hasutan-hasutan para pembangkang yang memang 
membuat kekacauan di zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan yang
 amat dahsyat di kalangan kaum muslimin, sampai-sampai menimbulkan 
peperangan baru antara pasukan Ali dan Mu’awiyah. Lagi-lagi, dengan 
kebijaksanaan dan kecerdasan beliau inilah, umat Islam terhindar dari 
perpecahan yang lebih dahsyat.
Wafat
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang 
memiliki banyak sekali prestasi dan kecakapan dalam bidang militer serta
 strategi perang, dan pada akhirnya beliau berhasil keluar dari berbagai
 masalah setelah mengalami kesulitan karena kekacauan luar biasa yang 
terjadi sejak zaman Utsman yang terus berlanjut hingga zamannya.
Ali meninggal dalam usia 63 tahun karena 
pembunuhan oleh Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari 
golongan Khawarij saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada 
tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada 
tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Sebagian kalangan berpendapat 
bahwa Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa 
riwayat yang menyatakan bahwa beliau dikubur di tempat lain.
Demikianlah kisah hidup seorang pemuda di
 zaman Rasulullah yang memiliki segudang prestasi. Semoga kaum muslimin 
mampu untuk mengambil pelajaran dan mengikuti langkah luhur beliau dalam
 membela kepentingan umat Islam dan mengesampingkan kepentingan pribadi.
 Aamiin.
 
 
Posting Komentar