KEWAJIBAN MEMBACA BAGI MANUSIA
Ajaran Islam yang mulia sangat
memperhatikan dalam masalah membaca. Lima ayat pertama kali turun yang
diterima oleh Nabi Muhmmad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam surat
Al-‘Alaq atau “Iqra” di gua hira, menunjukkan hal itu.
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ (١) خَلَقَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مِنۡ عَلَقٍ (٢) ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ (٣) ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ (٤)عَلَّمَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ (٥)
Artinya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu
yang telah menciptakan. Yang telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Maha Mulia. Yang telah
mengajarkan manusia dengan perantaraan membaca dan manulis (Qs. Al-‘Alaq [96]: 1-5).
Makna Iqra
Iqra berasal dari kata qara’a – yaqrau – iqra. Artinya bacalah atau membaca.
Dalam Al Qur’an, kata yang berakar dari qara’a telah disebut beberapa kali. Al Qur’an itu sendiri berasal dari kata kerja qara’a – yaqra’u – qur’anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang.
Hal ini menunjukan perhatian yang cukup besar dari Allah dan betapa pentingnya arti membaca bagi manusia.
Bahkan Allah menurunkan surat
Al-‘Alaq sebelum surat-surat lain, yang memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk membaca sebelum memerintahkan yang lain. Hal ini tentu karena
mengingat betapa pentingnya membaca.
Menurut para ahli tafsir, iqra memiliki
arti membaca dalam arti yang luas dan mendalam, seperti: menelaah,
menganalisis, mengkaji dan meneliti. Sedangkan budayakan bisa berarti
biasakan dan kembangkan.
Jadi, makna Iqra bukan sekadar bacalah,
tetapi : budayakanlah menelaah, menganalisis, mengkaji, dan meneliti.
Itu semua akan diperoleh dengan baik manakala pelakunya rajin membaca
dan membaca.
Maka, kita bisa melihat negara-negara
atau organisasi atau komunitas yang mengamalkan perintah membaca, mereka
mengalami kemajuan dengan pesat, baik dalam ilmu pengetahuan,
teknologi, ekonomi, SDM dll.
Mereka tampil menjadi sumber daya luar biasa yang diperlukan bagi peradaban dunia karena berawal dari hobi membaca.
Pentingnya Bacaan
Ajaran Al Qur’an sangat memperhatikan
dalam masalah membaca. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa ayat di
dalam Al Qur’an selain al-Alaq, yang berkaitan dengan masalah membaca.
ٱقۡرَأۡ كِتَـٰبَكَ كَفَىٰ بِنَفۡسِكَ ٱلۡيَوۡمَ عَلَيۡكَ حَسِيبً۬ا
Artinya: “Bacalah Kitab (suratan
amalmu), cukuplah engkau sendiri pada hari ini menjadi penghitung
terhadap dirimu (tentang segala yang telah engkau lakukan).” (Qs. Al-Isra [17]: 14).
Pada ayat ini berbicara tentang saat umat
manusia telah meninggal dunia, lalu mereka dibangkitkan lagi dari alam
qubur, maka setiap hamba akan dipanggil untuk memmpertanggung jawabkan
amal perbuatannya. Amal perbuatan masing-masing manusia telah tercatat
dalam suatu data base yang sangat akurat, lengkap, dan teliti,
yang juga disebut dengan kitab atau buku. Setelah mereka menerima kitab
tersebut, mereka disuruh membacanya.
Maka, begitulah betapa Allah menyebut
yang pertama kali di dalam ayat-Nya adalah membaca, sebagai kunci dari
segala ilmu dan dasar amal. Selanjutnya, mengingat membaca merupakan
kewajiban, maka menyediakan sarana bacaan pun menjadi wajib adanya,
yaitu melalui media tulisan. Media tulisan dapat berbentuk berita,
artikel, analisis, opini buku, jurnal, dan sebagainya, baik di media
surat kabar, majalah, bulletin, perpustakaan, hingga online atau
internet.
Maka, tingkat ketajaman daya pikir
seseorang akan sangat tergantung pada sebanyak dan sejauh mana dia
membaca. Demikian halnya, kepedulian sebuah lembaga pendidikan,
masyarakat atau komunitas tertentu, terhadap ilmu pengetahuan dapat
dilihat dari seberapa besar dan lengkap perpustakaan (media baca) yang
disediakan.
Catatan sejarah era keemasan Islam
terutama pada Dinasti Abbasiyah menunjukkan, munculnya
cendekiawan-cendekiawan Muslim terkemuka yang membuka pemikiran Eropa
dan Barat, antara lain dilahirkan dari pengajian-pengajian dan
perpustakaan di sekitar Masjid.
Faktor Malas Membaca
Seberapa lamakah seseorang intelektual
muda mempunyai waktu untuk membaca dalam sehari semalam? Satu jam, dua
jam, tiga jam, empat jam atau lebih dari itu.
Tidak ada alasan waktu, tempat dan
sarana. Sebab waktu bisa kapan saja, tempat pun di mana saja, serta
sarananya pun apalagi ditunjang internet, bukan hambatan.
Maka, kita lihat di masyarakat maju dan
modern dalam iptek, yang mereka bawa di dalam tasnya tidak lepas dari
buku. Di kendaraan umum, di kereta, di tempat antrian, dan sebagainya,
yang mereka lakukan adalah membaca.
Kalau kita lihat bagaimana pejuang
Palestina, yang mereka kerjakan saat menunggu rekannya datang, saat di
terowongan bawah tanah di sela-sela rehatnya, di kendaraan umum, tidak
lain adalah membaca, yakni membaca Al Qur’an. “Tidak ada istilah tidak
punya waktu untuk membaca.”
Lalu, mengapa timbul malas membaca atau belum menjadi budaya otomatis bagi generasi muda?
Pertama, Bahasa
Seperti saat ini untuk bisa mendapatkan
sumber iptek, dia harus bisa Bahasa Inggris misalnya. Demikian halnya
untuk dapat menggali sumber-sumber Sunnah, ia mesti memehamai Bahasa
Arab.
Tetapi faktor akan dapat diatasi manakala
pelakunya memiliki keinginan dan kemauan yang kuat untuk belajar
bahasa. Sebaliknya, jika tidak memeiliki keinginan, ya berarti memang
dia sedang membiarkan kemalasan karena faktor bahasa itu meleanda
dirinya.
Ia rupanya sudah cukup bahagia dan nyaman
dengan penyakit dan penderitaan tidak bertambahnya ilmu, tidak
berkembangnya otak dan tidak majunya visi pandangannya, akibat tidak
tahu bahasa.
Dan, memang orang-orang seperti ini, yang
malas belajar, malas membaca, otaknya ‘masih orisinil’, karena belum
‘banyak digunakan’.
Kedua, Terlalu Banyak Nonton dan Main Games
Menurut para peneliti, baik di dalam
maupun di luar negeri, terlalu banyak nonton (tv, youtube, musik)
merupakan faktor penyebab yang dapat menghambat minat baca seseorang.
Kehadiran media elektronik apalagi
online, di satu sisi memang dapat memberikan dampak positif. Namun di
sisi lain, ternyata banyak dampak negatifnya. Solusinya, membatasi diri
dangan sampai dikendalikan oleh alat permainan tersebut. Tetapi kitalah
yang mengendalikannya.
Demikian juga main games seperti, playstation (ps), facebook-an, internet-an, sms-an, wa-an, dan lain sebagainya.
Satu sisi bisa saja memberikan dampak
positif dan bermanfaat. Namun di sisi yang lain, jika berlebihan akan
mendatangkan dampak negatif dan menyia-nyiakan waktu. Berapa jam, berapa
ratus menit, dan mungkin berapa juta detik waktu ia sia-siakan dengan
menonton dan bermain yang hanya nafsu kesenangan.
Sementara kompetitor lainnya terus
berlari membaca, membaca dan membaca, menghabiskan ribuan jam untuk
meningkatkan kualitas diri.
Di dalam Bahasa Al Qur’an disebutkan tergolong perbuatan sia-sia (lagha). Allah menyebut di dalam firman-Nya:
قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ (١) ٱلَّذِينَ هُمۡ فِى صَلَاتِہِمۡ خَـٰشِعُونَ (٢) وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ ٱللَّغۡوِ مُعۡرِضُونَ (٣)
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman, [yaitu] orang-orang yang khusyu’ di dalam
shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan
perkataan] yang tiada berguna.” (Qs. Al-Mu’minun [23]: 1-3).
Perbuatan lagha (sia-sia),
merupakan penghalang bagi orang-orang beriman meraih keuntungan atau
kesuksesan hidup. Sama seperti khusyu di dalam shalat, maka bermain-main
yang melalaikan atau melakukan pekerjaan sia-sia, yang hanya melalaikan
waktu, mengurangi jatah kebaikan, dapat menghilangkan konsentrasi
kesempatan menambah amal ibadah utama, yaitu membaca.
Ketiga, Teman Pergaulan
Bisa dibayangkan jika kita punya
keinginan membaca, namun sarananya tidak ada, ditambah faktor lingkungan
yang kontraproduktif. Teman sekitar kita hanya mengajak ngobrol
ngalor-ngidul sambil sambil mengisap rokok, jalan-jalan cari kepuasan
semata, hingga melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar syariat.
Itu semua dapat menghancurkan kesempatan
diri untuk membaca dan menggali potensi diri yang jauh lebih bermanfaat
daripada bergaul dengan yang merugikan kepribadian apalagi iman dan
islam kita.
Keempat, Faktor Diri
Ini yang menjadi kunci utama dari penyelesaian kemalasan membaca, yakni faktor diri.
Kalau kita mau maju, ingin berkembang,
mau menjadi teladan kebaikan, yang kelak nama kita Allah catat dalam
tinta emas sebagai salah satu pengubah peradaban dunia melalui gerbang
membaca. Maka tidak ada acara lain kecuali kita harus bertekad menjadi
Manusia Pembaca sepanjang waktu, tempat dan keadaan.
Namun, apbila kita memang ingin manjadi
pecundang dalam peradaban dunia, manusia terkapar dalam kemajuan
orang-orang lain, terkekang dalam kejumudan dan kebodohan diri, menjadi
terjajah oleh pemikiran warga lain, atau bahkan lebih rendah dari itu
hanya menjadi sama seperti makhluk-makhluk lainnya yang hanya bisa
makan, minum dan melampiaskan nafsunya, tanpa mau membaca.
Ya sudah! Memang itulah Anda, apa yang
Anda pikirkan dan apa yang Anda kerjakan. Kelak Anda pun akan menikmati
kemunduran Anda hasil dari kemalasan itu di dunia, dan di akhirat
apalagi tak ada hujah di hadapan-Nya perkataan tidak tahu karena dulunya
tidak mau membaca.
Semoga kita menjadi manusia-manusia
pembaca, pengamal Iqra dan penggerak peradaban dunia dengan analisis
kita hasil dari bacaan kita, tulisan hasil dari bacaan kita, dan
pembicaraan berkualitas juga hasil dari bacaan kita. Wallahu a’lam.
Posting Komentar