Kamis, 08 Oktober 2015

KESABARAN DAN PENGORBANAN SEORANG SUAMI

KESABARAN DAN PENGORBANAN SEORANG SUAMI


suami-istri

Dikisahkan, sebuah pernikahan sudah berjalan selama 4 tahun, namun kedua pasangan itu belum dikaruniai seorang anak pun. Tanpa sepengetahuan siapapun, pasangan itu pergi ke seorang dokter untuk konsultasi, dan melaksanakan pemeriksaan. Hasil lab menunjukkan, sang isteri adalah wanita yang mandul, sementara suami tidak ada masalah apapun dan tidak ada harapan bagi sang isteri untuk sembuh karena tidak ada peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak. Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan, “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: “Alhamdulillah.”
Tak lama setelah itu, sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab yang sama sekali tidak ia beritahukan kepada isterinya. Dia membiarkan sang isteri menunggu di ruang tunggu wanita yang terpisah dari kaum laki-laki. Sang suami berkata pada dokter, “Saya akan panggil isteri saya untuk masuk ruangan ini, akan tetapi, tolong, nanti dokter jelaskan pada isteri saya bahwa masalahnya ada pada saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.”
Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa dokter, akhirnya sang dokter pun setuju.
Sang suami memanggil isterinya yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu, bersama isterinya ia memasuki ruang dokter dan meminta dokter untuk membuka amplop hasil lab tadi, serta membaca dan menelaahnya.
Lalu dokter itu berkata, “… ternyata Bapak yang mandul, sementara isteri Bapak tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagi Bapak untuk sembuh. Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya, wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah.
Lalu pasangan suami isteri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para kerabat dan sanak saudara. Lima tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan pasangan itu tetap bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan.
Isteri itu berkata pada suaminya, “Wahai Suamiku, saya telah bersabar selama 9 tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata, “Betapa baik dan shalihahnya sang isteri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama 9 tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan.”
Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin engkau menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.”
Sang suami kemudian berkata, “Sabar isteriku, ini adalah ujian dari Allah untuk kita, bersabarlah…”
Akhirnya sang isteri berkata, “Baiklah, saya akan coba bersabar dan menahan kesabaranku satu tahun lagi.”
Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya. Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang isteri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan sang isteri mengalami gagal ginjal. Mendengar keterangan tersebut, jatuhlah psikologis sang isteri, terpuruk dan menangis tiada henti.
Sang isteri pun terpaksa harus istirahat total di rumah sakit.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata, “Maafkan saya isteriku, saya ada panggilan tugas keluar negeri, dan harus segera berangkat. Saya berharap semoga engkau baik-baik saja.”
Sang isteri semakin sedih, dalam keadaan terpuruk seperti ini, ia harus berjuang menahan sakit sendiri tanpa ditemani suami di dekatnya.
“Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat,” kata sang suami.
Tak lama setelah itu, dikabarkan adanya donatur bagi sang isteri dan akan segera dilakukan pembedahan. Selang beberapa waktu kemudian, operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan berlalu, sang suami datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.
Setelah 9 bulan dari operasi itu, sang isteri melahirkan anak. Maka bergembiralah pasangan tersebut, keluarga besar dan para tetangga mereka. Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan study S2 dan S3-nya di sebuah fakultas Syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.
Pada suatu hari, sang suami mendapat panggilan tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Tiba-tiba tanpa sengaja, sang isteri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-buka dan membacanya. Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis sejadi-jadinya dengan penyesalan yang mendalam. “Ampuni aku ya Allah, ampuni aku wahai suamiku. Begitu mulia sekali hatimu, dan betapa malunya aku…” demikian jerit hati sang isteri.
Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf kepada suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon isterinya dengan tangisan pula.
“Ya isteriku,” jawab suara suaminya melalui telepon.
Ketahuilah bahwa sang donatur ginjal itu bukan orang lain melainkan suaminya sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk isteri tercintanya. Dan setelah peristiwa tersebut, selama 3 bulanan, sang isteri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, sang isteri berbicara dengan menundukkan kepalanya, karena tidak ada kekuatan untuk memandang wajah suaminya.
Hikmah Kisah
Saudaraku, kisah nyata di atas memberikan banyak hikmah kepada siapa pun yang mau memetik hikmah dibalik setiap peristiwa. Salah satu hikmah yang bisa kita petik adalah, bahwa ternyata, MENIKAH sesungguhnya bukan hanya sekedar melampiaskan nafsu yang sudah bergejolak saja. Lebih jauh dan besar dari itu, MENIKAH adalah Bai’at (janji setia) kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk membangun sebuah keluarga yang menegakkan syariat Allah Ta’ala.
Ketika aturan-aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu telah mampu kita tegakkan bersama pasangan hidup kita, maka yang lahir adalah Keindahan, Ketenteraman, Kedamaian, Kebahagiaan dan Ketenangan, dan inilah modal untuk memacu diri dalam meraih visi akhirat yaitu menjadi khairun naas (sebaik-baik manusia) untuk memberi banyak manfaat kepada seluruh umat.
Menikah bukan sekedar obral janji untuk seiya sekata, sehidup semati, susah senang bersama. Bukan, menikah bukan sekedar untuk senang-senang sesaat. Tapi menikah adalah sebuah proses menata diri bersama pasangan untuk menjadi pribadi-pribadi yang mampu berkorban untuk seluruh umat yang membutuhkan andilnya.
Menikah bukan sekedar rasa dan semangat untuk menyempurnakan separuh dien, lalu hilang tanpa peduli dengan aktivitas dakwah yang makin hari tantangannya makin besar. Tapi menikah adalah sarana untuk meneguhkan tekad, membulatkan azzam agar tetap eksis di jalan dakwah bersama para pejuang penegak dienullah ini.
Karena itu, bagi seorang lelaki, nikahilah seorang wanita yang shalehah dan berilmu. Sebab dengan keshalehannya itu seorang wanita akan terus memberi semangat baru kepada seorang suami untuk terus maju dan istikomah menegakkan dien-Nya yang mulia. Sebab dengan ilmunya, seorang wanita tidak akan menuntut ini itu yang memberatkan suaminya. Ia sadar, surganya ada pada suaminya. Karena itu, ketaatannya kepada suami adalah harga mati selama suaminya tetap berada dalam  ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Sebaliknya, bagi seorang wanita, pilihlah calon suami yang shaleh, berilmu dan berakhlak mulia. Dengan ilmunya,  ia akan membimbing isteri dan anak-anaknya ke jalan yang diridhai Allah Ta’ala. Dengan akhlaknya yang mulia, seorang suami akan menghormati isterinya, dan menghargai setiap pengorbanannya selama ini.
Maha benar Allah yang telah berfirma, artinya, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar Ruum: 021).(R02/P2)
(sumber: fb seorang teman dengan editan seperlunya)

About the Author

Yamin hazman

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

Posting Komentar

Popular Posts

 
Berbagi Itu Indah © 2015 - Blogger Templates Designed by Templateism.com