ABDUS SALAM, MUSLIM PERAIH NOBEL FISIKA 1979
Oleh: Hasanatun Aliyah, Mahasiwa Jurusan Pendidikan Agama Islam STAI Al-Fatah, Cileungsi, Bogor, Jabar
Professor Abdus Salam seorang pemenang
Hadiah Nobel dunia di antara para ahli fisika teoritis di abad yang baru
berlalu, sebagai periset akbar mengenai interaksi partikel nuklir
elementer dan strukturnya.
Memberikan kontribusi besar bagi
penelitian dan paham dunia yang multi kompleks dan bersifat
probabilistik, yang telah mencapai tingkatan teori mekanika klasik
Newton dan kaidah Phisika Quantum.
Ahli fisika terkenal yang lahir 26
Januari 1926 di Jhang, sebuah kota kecil yang terletak di barat laut
perbatasan India. Sejak 1947, daerah ini menjadi bagian dari Punjab,
salah satu dari empat provinsi Pakistan, juga pencipta ‘model standar’
dari struktur atom, Konsep paling modern dari fisika teoritis
menghasilkan gambaran konstruksi dari suatu teori yang menggabungkan
elektromagnetisme dengan interaksi lemah dari partikel nuklir.
Secara sederhana dikatakan seorang
ilmuwan Muslim telah pengungkapan kaidah fundamental yang berlaku umum
baik dalam suatu makrokosmos. Kaidah yang ditemukan menjelang abad 21
telah membawa fajar baru dalam pemahaman filosofis Ketunggalan Alam
Semesta.
Sosok penata ilmu yang diakui seluruh
dunia, pendiri dan selama periode tigapuluh tahun telah menjadi pemimpin
dari International Centre of Theoretical Physics (ICTP) di Trieste,
Italia, Profesor Abdus Salam yang diakui sebagai ikon dan sumber ilham
dari kebangkitan sains di dunia Islam, termasuk di negara berkembang
seperti, Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Menurut perkiraan lebih 70.000 ilmuwan
muda dari 80 negara berkembang, telah lulus dari Sentra Ilmiah yang
diberi nama menurut Profesor Abdus Salam.
Masa Pendidikan
Masa kecil ia dididik dengan solid oleh
ibunya yang secara teratur membacakan doa-doa Islam kepada anaknya dan
ibunyalah yang pertama kali menyadari kemampuan ingatan phenomenal dari
anaknya tersebut.
Abdus Salam dengan mudah menghafal ayat
Al-Quran. Ayahnya, Hazrat Mohammad Hussein, sebagai guru segera
menyadari bahwa sekolah lokal tidak akan menambah banyak pada pendidikan
putranya. Karena itu ia berusaha sekuat tenaga guna mengirim putranya
ke akademi negeri untuk studi intensif.
kemudian Abdus Salam (12 tahun) dikirim
ke Lahore, pusat kebudayaan dan politik yang besar di benua India,
pertama kalinya tiba di Lahore dari desa terbelakang (qasba) dimana
pertama kalinya baru melihat lampu listrik, ternyata ia mempunyai
fikiran dan pandangan yang lain.
Pestasi
Prestasinya di Punjab University, membawanya lulus (1946) dengan nilai teratas.
Keberhasilan di studi memberikan
kesempatan beasiswa guna melanjutkan pendidikan di Inggris ke Cambridge
University yang terkenal ke seluruh dunia.
Pada 1949 ia memperoleh gelar MA dengan pujian tertinggi di bidang matematika dan fisika.
1950-1952 ia sibuk dengan penelitian awal
di bidang Fisika Quantum di Laboratorium Cavendish yang terkenal,
sebuah lembaga yang sejak pertengahan abad ke duapuluh telah menjadi
pusat utama dari fisika teoretikal.
Cendekiawan Muslim muda dari Pakistan,
yang nama negerinya baru saja muncul dalam peta politik dunia, secara
tak terduga melesat masuk ke dalam konstelasi dunia ahli fisika teoreti,
dan berhasil mendapatkan gelar doktor.
Thesis yang dikemukakannya tentang
elektrodinamika quantum, untuk mendapat penghargaan premium Smith,
justru sebelum thesis itu disetujui secara formal. Dengan ini jalan
menuju ‘Ilmu’ huruf besar serta pintu-pintu gerbang laboratorium riset
terbaik dunia menjadi terbuka baginya.
Profesor Abdus Salam kembali ke Cambridge
di mana ia mengajar Matematika (1954). Selama 35 tahun berikutnya
menjabat sebagai profesor fisika teoretikal di London University.
Studi yang dilakukannya mendapat
penghargaan berbagai premium internasional. Di kota London ia
menghabiskan 40 tahun dari usianya, baginya merupakan tempat yang nyaman
guna refleksi atau renungan keilmiahan. Ia selalu mengunjungi kota ini
setiap bulan bahkan ketika ia memimpin lembaga Centre of Theoretical
Physics di Trieste.
Puncak Ilmu
secara tekun mulai mempelajari hukum
dasar dari elektromagnetisme yang pertama kali ditemukan oleh Faraday
dan Maxwell lama sebelumnya. Kemudian ia mencengangkan dunia ilmiah
dengan penemuan dirinya sendiri dalam bidang ruang lingkup pengetahuan
muncul istilah baru yaitu ‘Electroweak’ (electro weak interaction
interaksi lemah elektro) dalam dunia fisika nuklir.
Dia menjadi pemenang pertama dari Premium
Maxwell dan medali Maxwell yang diberikan oleh Scientific Organisation
of the United Kingdom, dan penghargaan nominasi lainnya yang tidak kalah
prestasinya seperti Premium Robert Oppenheimer, medali Einstein
(UNESCO, Paris), Birla Premium (India), medali emas Lomonosov (USSR
Academy of Sciences) dan banyak lagi lainnya.
Ia juga menulis buku dan monograf ilmiah
lebih dari tigaratus artikel mengenai problema paling kompleks dari
fisika nuklir serta permasalahan aktual mengenai persiapan ilmuwan muda
di negara berkembang.
Sebagai hasil akhir penelitian
fundamental di bidang fisika nuklir telah menghasilkan kemenangan dalam
bentuk pengakuan dan ketenaran dunia. Dimana Prof Abdus Salam ditunjuk
sebagai anggota dari sekitar 50 lembaga ilmiah akademisi disamping
beberapa asosiasi ilmiah dunia.
Rahasia Mikrokosmos Quantum
Minimnya publikasi di bidang ilmiah,
sebagaimana dimaklumi, tanpa interaksi antara para ahli maka kemajuan
ilmiah menjadi suatu hal yang mustahil, namun kemajuan telah merubah
total paradigma ilmiah serta sudut pandang para ilmuwan mengenai metode
pengenalan dan penataan dasar dari alam semesta.
Tahun 50-70an, Prof Abdus Salam sedang
tenggelam menekuni riset teoretikal lanjutan yang mengungkapkan bahwa
sejumlah besar fenomena dan proses alamiah seperti pembelahan nukleus,
formasi bintang neutron, pembentukan komposisi kimiawi dan struktur dari
spiral DNA, cara kerja transistor semikonduktor, laser dan berbagai hal
lainnya, mengikuti kaidah Mekanika Quantum.
Dengan keimanan yang kuat pada kekuasaan
Allah s.w.t. serta berbekal aparatus matematika yang paling presisi
ditambah ajaran AlQuran maka ilmuwan muda ini menjadi terbenam dalam
penelitian tentang mikrokosmos rahasia dari partikel elementer.
Dari 1970-1980, Profesor Abdus Salam
bersama dengan ilmuwan India yang juga profesor dari Maryland
University, Amerika Serikat, yaitu Jagesh Pata bersama menggeluti
masalah interaksi tiga daya kekuatan elektromagnetik, daya lemah dan
daya kuat dari nuklir.
Di 1979 ia mentilawahkan beberapa ayat
dari AlQuran dalam pidatonya di aula Nobel Hall. Ini pertama kalinya
dalam sejarah aula itu diperdengarkan ayat-ayat AlQuran. Ia menyatakan:
“Islam merupakan keimanan semua ahli fisika karena memberikan inspirasi
dan dorongan bagi kami semua. Bertambah dalam kami mencari, bertambah
kagum kita dibuatnya tetapi juga bertambah banyak misteri baru yang
muncul.”
Sebuah nukleus terdiri dari partikel dua
jenis yaitu proton dan neutron, jadinya nukleus biasa disebut nukleon.
Banyak artikel dan renungan ilmiah brilian dari para ilmuwan tentang
masa lalu dan masa depan dunia Muslim yang telah menjadi saksi akan hal
tersebut. Mayoritas dari artikel itu termaktub dalam koleksi karyanya
yang berjudul Ideals and Realities.
Buku ini telah terbit dalam beberapa
edisi selama masa hidup si pengarang. Koleksi ini diterbitkan dalam
bahasa Barat (Inggris, Perancis, Italia dan Romania) serta bahasa di
Timur seperti Arab, Parsi, Benggala, Punjabi dan Urdu, dan Cina dimana
tiga yang terakhir digunakan sebagai rujukan oleh pengarang ini.
Monograf Prof Abdus Salam lainnya yang
menarik adalah Revival of Science in Islamic Countries yang diterbitkan
di Singapura pada tahun 1994.
Ia orang yang rajin dalam ibadahnya,
dalam pernyataan publik serta artikelnya ia menekankan bahwa terdapat
750 ayat dalam AlQuran sebagai firman Tuhan yang memerintahkan manusia
untuk mempelajari alam serta mencari sarana guna mengendalikannya. ‘Aku
telah mengabdikan seluruh hidupku untuk menerapkan perintah AlQuran
tersebut’ katanya.
Pahlawan Pakistan
Sebagian besar umur Profesor Abdus Salam
dihabiskan jauh dari tanah air. Ia disibukkan dengan riset ilmiah di
London dan Trieste serta berkeliling ke seluruh dunia untuk mengikuti
berbagai konferensi dan forum ilmiah internasional.
Selama 40 tahun hidup di negeri asing di
tengah bangsa yang mayoritas Kristen, ia tetap saja merupakan seorang
Muslim yang taat. Walaupun didekati melalui berbagai cara, ia tidak mau
berpindah menjadi warga negara dari negeri dimana ia tinggal. Ia tetap
saja menganggap dirinya warga Pakistan dan tidak pernah kehilangan
hubungan dengan tanah airnya.
Pertemuan di Moskow
Profesor Abdus Salam mengunjungi Moskow
lebih dari satu kali dan ia merupakan peserta yang dinantikan pada
konferensi ilmiah akbar dan perayaan ulang tahun akademi-akademi yang
diadakan.
Para ahli teoritis dan fisika Soviet
mengenal dan mengagumi karya-karya ilmiahnya. Jauh sebelum dianugrahi
Hadiah Nobel, pada tahun 1971 Profesor Abdus Salam secara aklamasi
terpilih sebagai anggota dari USSR Academy of Science. Kemudian pada
tahun 1983 ia memperoleh penghargaan Lomonosov Gold Medal yang merupakan
penghargaan tertinggi dari USSR Academy of Science.
Mereka bertemu ketiga kalinya pada tahun
1987 ketika A. Sakharov kembali ke Moskow. ‘Aku selalu terpesona oleh
pengetahuan Sakharov yang demikian komprehensif. Sebagai pribadi mau pun
sebagai seorang ilmuwan, ia patut mendapat penghargaan dan menjadi
legenda di masa hidupnya’ demikian tulis Profesor Abdus Salam ketika
ilmuwan Rusia itu meninggal secara mendadak.
Ia pun mengambil bagian dalam sebuah
konferensi internasonal yang besar di Moskow mengenai pengurangan
senjata nuklir. Ia secara tegas mendukung larangan atas senjata pemusnah
massal. Ia selalu menghimbau komunitas dunia untuk memanfaatkan potensi
studi tenaga nuklir hanya untuk tujuan damai dan konstruktif saja.
Pada 1992, Rektor dari St Petersburg
University secara khusus berkunjung ke Trieste, Italia, untuk
menyampaikan diploma honorer Doctor of Science dari universitas tersebut
kepada Prof Abdus Salam. Kemudian, 1995 ia mendapat penghargaan Maxwell
di Inggris serta medali emas yang diberikan oleh Akademi Pekerja
Kreatif Rusia.
Profesor Abdus meninggal dunia diNovember
1996 dan sesuai dengan wasiatnya, ia dimakamkan disebuah pemakaman
Muslim di kota Rabwah, berdekatan dengan makam orangtuanya.
Berkat upaya yang sangat luar biasa,
dalam waktu singkat Sentra telah menjadi ‘tempat menempa’ beberapa
generasi ahli fisika untuk bisa menggeluti dan bercengkerama dengan
tokoh-tokoh utama dari dunia sains. Berbagai sumber.
Posting Komentar